Sabtu, 02 Juli 2011

HORMAT BENDERA, BUKAN TANDA CINTA NEGARA

Indonesia tanah airku...
Tanah tumpah darahku...
Disanalah aku berdiri...

Di atas adalah lirik lagu kebangsaan Indonesia ciptaan WR Supratman. Lagu itu
selalu didengungkan setidaknya seminggu sekali, pada hari senin di setiap instansi
pendidikan, dari SD sampai SMA. Lebih tepatnya, lagu kebangsaan itu didengungkan
saat tiba waktunya untuk pengibaran bendera merah putih tercinta. Saat itulah, setiap
peserta upacara wajib mengangkat tangannya tinggi-tinggi, kemudian diletakkan di atas
keningnya, sebagai penghormatan kepada selembar kain berwarna merah putih.
Tahukah Anda, apa yang akan terjadi jika seseorang tidak mau melakukan
penghormatan secara simbolic kepada bendera merah putih? Sudah pasti, dia akan dicap
sebagai pengkhianat negara, PKI, atau apalah sebutan bagi orang yang membelot dari
bangsanya. Lantas, bagaimana sebenarnya hukum “Hormat bendera”? Sebelum masuk ke
dalam pembahasan, kita harus mengetahui apa itu bendera, fungsinya, dan bagaimana
Rasulullah memperlakukannya?
Di dalam kamus besar bahasa Indonesia, bendera berarti : “Sepotong kain atau
kertas segi empat atau segi tiga yang diikatkan di ujung tongkat atau tiang sebagai
lambang negara atau perkumpulan. Bisa juga digunakan sebagai panji-panji dalam
peperangan.”
Ternyata, bendera hanya selembar kain (benda mati) yang diberi corak tertentu
sebagai lambang untuk sebuah perkumpulan. Bendera bukanlah sesuatu yang sakral yang
harus dihormati dengan ritual tertentu dan pada waktu tertentu juga, karena bendera
adalah benda mati.
Bendera hanyalah benda mati yang tidak bisa mendatangkan manfaat dan
madharat. Hadirnya takkan merubah keadaan buruk menjadi lebih baik. Dan
ketiadaannya takkan merubah keadaan aman menjadi genting. Bendera sama sekali tidak
memiliki peran dalam kehidupan, kecuali hanya sebagai tanda bahwa di sini ada sebuah
perkumpulan.
2
Bendera sudah dikenal sejak dahulu kala, bahkan sebelum nabi Muhammad saw
diutus. Dan bendera selalu menjadi aksesoris penting dalam sebuah perkumpulan. Di
setiap peperangan yang dilancarkan oleh Rasulullah saw, berkibar puluhan bendera
dengan gagah di tengah-tengah pasukan. Bendera-bendera itu diangkat tinggi-tinggi oleh
para komandan divisi. Selama bendera masih berkibar, berarti pasukan masih eksis dan
siap melanjutkan pertempuran. Sebaliknya, jika panji-panji itu (baca : bendera)
terjerembab ke tanah dan tak seorang pun dari pasukan yang berani mengangkatnya,
maka itu adalah tanda kekalahan.
Bendera hanya selembar kain bercorak yang diikatkan di ujung tongkat, tapi
memiliki fungsi yang sangat penting bagi sebuah pasukan atau negara, hingga tiap
pasukan rela menjaga dengan darahnya demi berkibarnya bendera tersebut.
Hormat kepada bendera.
Perlakuan pasukan yang sedang berperang terhadap benderanya – menjaga matimatian
benderanya supaya tidak terjatuh dan mengangkatnya kembali saat terjatuh –
bukanlah sebuah penghormtan terhadap bendera tersebut. Apa yang mereka lakukan lebih
bermakan, “panji masih berkibar, pasukan belum kalah, lanjutkan pertempuran hingga
tetes darah terakhir.” Mengibarkan kembali bendera yang terjatuh saat berkecamuk
peperangan hanya untuk mengumumkan kepada seluruh pasukan bahwa kita belum
kalah. Itu saja, tidak lebih.
Bendera adalah benda mati. Pada dasarnya, memberikan hormat kepada benda
mati adalah sesuatu yang dilarang oleh syariat. Rasulullah tidak pernah mencontohkan
kepada umatnya untuk memberi hormat kepada benda mati. Seperti kepada batu, gunung,
tonggak pohon, atau lain sebagainya, kecuali Hajar Al-aswad. Ini pengecualian, karena
Allah Ta’ala telah memuliakan batu tersebut yang tak lain adalah batu dari surga.
Rasululllah saw pernah bersabda : “Sesungguhnya rukun Yamani (hajar Aswad) dan
Maqom Ibrahim adalah dua mutiara dari mutiara surga yang telah Allah redupkan
cahaya keduanya, dan jika seandainya Allah tidak meredupkannya maka cahayanya
akan menerangi antara timur dan barat.” (HR. Ahmad)
Rasululullah saw bersabda tentang keutamaan batu tersebut : “Hajar Aswad akan
dihadirkan pada hari kiamat, dalam keadaan memiliki lidah yang fasih. Ia akan bersaksi
bagi siapa saja yang mencium/mengusapnya dalam keadaan tauhid (mengesakan
Allah).” (HR. Al-Hakim)
Mencium Hajar Aswad bukanlah bertujuan untuk menghormati atau
mengagungkannya. Tapi lebih bermakna ibadah, ittiba’u rasul yang tak lain adalah
wahyu dari Allah swt. Sahabat Umar pernah berujar seusai mencium Hajar Aswad,
”Sungguh aku mengetahui bahwa kamu hanyalah batu yang tidak bisa mendatangkan
3
madharat maupun manfa'at. Namun kalau bukan karena aku telah melihat Nabi saw
menciummu tentu aku tidak akan menciummu.”
Lain Hajar Aswad, lain pula secarik bendera. Hajar Aswad memiliki
keistimewaan karena berasal dari surga, sedangkan bendera tidak memiliki keistimewaan
apa pun, kecuali hanyalah sebagai simbol negara. Jadi jelas, memberikan hormat kepada
bendera dengan tangan berada di kening tidak diperbolehkan dalam Islam. Rasulullah dan
para sahabatnya yang setia tidak pernah melakukan ritual penghormatan kepada bendera,
walaupun dulu sudah mengenal dan menggunakan bendera sebagai simbol negara.
Ditinjau lebih dalam lagi, ternyata “hormat bendera” bukan sekedar simbolik
semata. Orang yang melakukan “hormat bendera” secara tidak langsung ia telah
menyatakan tunduk dan patuh terhadap UU negara tersebut. Bendera merah putih
misalnya, orang yang melakukan hormat kepada sang merah putih menunjukkan bahwa
dirinya tunduk dan patuh terhadap UUD 45 dan klausal pancasila yang tak lain adalah
hukum buatan manusia.
“Hormat bendera” bukan sekedar ritual dhahir, tapi lebih kepada idiologi dan
keyakinan. Maka, barang siapa yang melakukan hormat bendera hingga masuk ke hati,
bisa mengakibatkan kekufuran bagi pelakunya.
Para ulama yang duduk di Lajnah Daimah pernah ditanya tentang kebolehan
untuk mengagungkan bendera nasional. Mereka menjawab : “Tidak diperbolehkan bagi
seorang muslim untuk berdiri dalam rangka mengagungkan bendera nasional, karena
perbuatan semacam itu adalah bid’ah yang munkar, tidak ada di zaman Nabi saw dan
tidak pula di masa khulafaur rasyidin. Terlebih, perbuatan tersebut bertolak belakang
dengan kesempurnaan tauhid yang hukumnya wajib, yakni memurnikan pengagungan
hanya kepada Allah semata.”
Kalau Ada yang mengatakan bahwa, hormat bendera sebagai bentuk
penghormatan kepada pejuang kemerdekaan, ini jelas kesalahan yang fatal. Para pejuang
tidak membutuhkan penghormatan semacam itu di alam kubur sana. Mereka lebih
membutuhkan do’a yang tulus dari kita semua, supaya beban di alam kubur menjadi lebih
ringan.

Hormat bendera karena terpaksa.

Islam sungguh agama yang sempurna. Mengatur setiap sisi kehidupan umat
manusia. Hadirnya syariat islam bukan untuk mempersulit kehidupan manusia, tapi untuk
mempermudah. Dalam kaidah fiqih disebutkan :
الضرورة تبيح المحذورات4
“Dalam keadaan darurat, sesuatu yang dilarang menjadi boleh dikerjakan.”
Beberapa instansi pendidikan IT (islam terpadu) sempat mendapatkan ancaman
akan ditutup, jika tidak mengadakan upacara pengibaran bendera mereh putih setiap hari
senin. Padahal sudah jelas bahwa penghormatan kepada bendera tidak dibenarkan dalam
islam. Lantas bagaimana sikap kita? Apakah bersikeras untuk tidak melaksanakan
upacara tersebut, dengan resiko sekolahan akan ditutup? Atau mengadakan upacara
bendera yang dilarang oleh agama?
Perlu kita ketahui bersama, bahwa instansi pendidikan IT adalah Al-hajat Alamat,
kebutuhan global masyarakat hari ini. Jika instansi-instansi pendidikan IT sampai
ditutup, maka dakwah islam akan semakin sulit, padahal ini adalah kebutuhan global.
Untuk itu, ada kaidah fiqih yang menjelaskan :
الحاجة العامة تنزل منزلة الضرو رة خاصة كانت أة عامة.
“Kebutuhan golbal bisa menduduki posisi darurat, baik secara khusus maupun
umum.”
Instansi pendidikan IT merupakan Al-hajat Al-amat dan bisa menduduki posisi
darurat. Dalam keadaan darurat, sesuatu yang dilarang menjadi boleh untuk dikerjakan.
Itu artinya, hormat bendera yang dilarang menjadi boleh ketika dalam keadaan darurat.
Seperti dalam sebuah instansi pendidikan, jika upacara tidak diadakan, maka
keberlangsungan instansi tersebut terancam ditutup. Yang perlu diingat adalah jangan
sampai pelaksanaan upacara benderanya kebablasan, Karena ada kaidah lain yang
menjelaskan,
الضرورة تقدر بقدرها
 “Melakukan sesuatu yang dilarang dalam keadaan darurat, hanya dikerjakan
seperlunya saja.”
Kaitannya adalah bahwa hormat bendera dalam keadaan terpaksa cukup
dikerjakan secara simbolic saja. Hanya gerakan tangan tanpa makna. Jangan sampai
masuk ke hati dan menganggap ini adalah sesuatu yang sakral. Dan jelaskan juga kepada
siswa-siswi, bahwa hormat bendera hanyalah gerakan tangan yang tidak memiliki arti apa
pun. Jangan sampai ritual penghormatan bendera ini merasuk hingga ke relung hati.
Cukup fisiknya saja yang seakan memberikan hormat, tapi hati tetap menolaknya.
Wallahu A’lam.
5
(makalah ini bukan dimaksudkan untuk menentang negara, tapi sekedar ingin
memahamkan kepada bangsa indonesia, bahwa mencintai negeri tidak harus dengan
hormat bendera tiap hari senin).
Referensi :
1. KBBI (kamus besar bahasa Indonesia).
2. Shahih bukhari.
3. Fathul bari, ibnu Hajar Al-Asqalany.
4. Musnad Ahmad.
5. Fatawa lajnah da’imah.
6. Qowaid Fiqhiyah.

0 komentar:

Posting Komentar