Halal bi halal sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan masyarakat Indonesia, setelah hari raya idul fitri, tahukah kita apakah rasulullah saw, sahabatnya, tabiin dan tabiut tabiin melakukannya? Kapan sejarah halal bi halal itu mulai ada? Mengapa begitu banyak masyarakat kita (Indonesia) yang rela bersusah payah mengeluarkan banyak daya dan dana yang jika dikalkulasikan begitu sangat besar jumlahnya?
Berangkat dari kebiasaan itulah menjadi perlu kiranya bagi kita untuk mengetahui apa itu halal bi halal dan seluk beluknya, mungkin apa yang akan kami paparkan ini dapat sedikit membantu pembaca untuk mengetahui tentang halal bi halal ini
I. Pengertian halal bi halal
Halal bi halal masuk dan diserap bahasa Indonesia dan diartikan sebagai “Hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa ramadhan, biasanya diadakan di sebuah tempat (auditorium, aula, dsb) oleh sekelompok orang dan merupakan suatu kebiasaan khas indonesia.” Lihat di KBBI daring.
Para "ulama" kita terdahulu (sebagian ulama indonesia) mendasarkan kegiatan halal bi halal tersebut pada sebuah hadits shahih dari Imam al Bukhari seperti di bawah ini:
من كانت له مظلمة لأخيه من عرضه أو شيئ فليتحلله منه اليوم[1]
Artinya: “Barangsiapa yang mempunyai perbuatan kedzaliman (kesalahan) kepada saudaranya baik terhadap kehormatannya, atau sesuatu yang lain, maka hendaklah ia meminta halal hal tersebut dari saudaranya itu pada hari ini.”
Ada dua hal yang perlu digarisbawahi di sini:
1. Falyatahallal, yakni meminta halal, itu berarti bukan sekedar meminta maaf, tetapi juga harus mengembalikan hak saudaranya yang telah ia langgar. Jika itu berupa barang, hendaknya dikembalikan. Ketika orang saling meminta halal, maka terjadilah ‘halal-halalan’; yang kemudian di-arab-kan menjadi ‘halal-bi-halal’. Halal dengan halal. Acara ini kemudian berkembang menjadi sangat bervariasi ragam bentuk dan acaranya hingga saat ini.
2. Al-yauma, yakni pada hari ini. ‘hari ini’ yang dimaksud tidak lain adalah hari raya idul fitri, karena menurut sebagian riwayat, Rasulullah saw. Mengucapkan hadits itu sedangkan saat itu hari raya idul fitri. Ada pula yang mengartikan ‘pada hari ini (juga)’. Yakni bahwa ketika kita membuat kesalahan pada seseorang, hendaknya kita meminta halal kepadanya hari ini juga, jangan ditunda-tunda. (namun setelah kami buka dalam fathul bari syarh shohih bukhari tidak kami temukan pembahasan tentang al yauma pada hadits ini,-red).
Halal bi halal adalah sebuah tradisi saling meminta dan memberi maaf satu sama lain di Indonesia. Kegiatan ini awalnya merupakan sebuah kegiatan ritual keagamaan, terutama bagi pemeluk agama Islam di Indonesia.
Namun pada perkembangannya, halal bihalal diselenggarakan hampir oleh seluruh lapisan masyarakat muslim Indonesia, baik oleh kelompok dari suatu daerah tertentu, keluarga besar, kelompok kerja, kelompok pedagang, organisasi sosial-politik lembaga perusahaan swasta maupun instansi pemerintah. Asal-usul tradisi halal bi halal, dari daerah mana, siapa yang memulai dan kapan kegiatan tersebut mulai diselenggarakan sulit diketahui dengan pasti.
Istilah halal bi halal terdengar seperti berasal dari bahasa Arab. Namun sebenarnya istilah ini sama sekali tidak dikenal oleh kalangan bangsa Arab, tidak pula ada pada zaman Nabi saw dan para sahabat. Karenanya, kamus bahasa Arab juga tak mengenal istilah itu. Justru halal bi halal masuk dan diserap bahasa Indonesia dan diartikan sebagai “hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa ramadhan, biasanya diadakan di sebuah tempat (auditorium, aula, dsb) oleh sekelompok orang dan merupakan suatu kebiasaan khas indonesia.”[2]
II. Sejarah halal bi halal
Drs. H. Ibnu Djarir (ketua MUI Jateng) menulis bahwa sejarah asal mula halal bi halal ada beberapa versi. Menurut sebuah sumber yang dekat dengan Keraton Surakarta, bahwa tradisi halal bihalal mula-mula dirintis oleh KGPAA (Kanjeng Gusti Pangeran Arya Adipati) mangkunegara 1, yang terkenal dengan sebutan Pangeran Sambernyowo. Dalam rangka menghemat waktu, tenaga, pikiran, dan biaya, maka setelah shalat idul fitri diadakan pertemuan antara raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana. Semua punggawa dan prajurit dengan tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri.[3]
Apa yang dilakukan oleh Pangeran Sambernyowo itu kemudian ditiru oleh organisasi-organisasi Islam, dengan istilah halal bi halal. Kemudian instansi-instansi pemerintah/ swasta juga mengadakan halal bi halal, yang pesertanya meliputi warga masyarakat dari berbagai pemeluk agama dan kalangan masyarakat.
Menurut ensiklopedi Islam 2000, hingga abad sekarang baik di negara-negara Arab mau pun di negara Islam lainnya (kecuali di Indonesia) tradisi ini tidak memasyarakat atau tidak ditemukan. Halal bi halal bukan bahasa Arab. Ensiklopedi indonesia, 1978, menyebutkan halal bi halal berasal dari bahasa (lafadz) Arab yang tidak berdasarkan tata bahasa Arab (Ilmu Nahwu), sebagai pengganti istilah silaturahmi. Sebuah tradisi yang telah melembaga di kalangan penduduk Indonesia,[4]
III. Hukum halal bi halal
Jika kita lihat isi dari halal bi halal, yaitu saling meminta maaf dan memaafkan hal ini sebenarnya adalah sesuatu yang disyariatkan oleh agama Islam, namun menurut tuntunan ajaran Islam, saling memaafkan itu tidak ditetapkan waktunya setelah umat Islam menyelesaikan ibadah shoum ramadhan, melainkan kapan saja setelah seseorang merasa berbuat salah kepada orang lain, maka dia harus segera minta maaf kepada orang tersebut. Bahkan Allah swt lebih menghargai seseorang yang memberi maaf kepada orang lain (QS. Ali Imran :134).
Kemudian silaturrahmi, silaturrahmi mengunjungi sanak keluarga, dan sahabat ini pada awalnya adalah kegiatan sunnah karena di dalamnya ada unsur saling meminta maaf dan memaafkan serta menyambung kekerabatan, akan tetapi berubah menjadi bid'ah yang terlarang untuk dilakukan manakala ditetapkan waktu tertentu dalam pelaksanaannya dan diikut sertakan dalam rangkaian perayaan idul fitri.
Rasulullah saw sendiri tidak pernah mengadakan acara halal bi halal, tetapi biasanya pada hari raya Id Rasulullah saw di rumah dan bercanda dengan keluarganya, Aisyah ra berkata:
عن عائشة رضي الله عنها قالت: دخل علي رسول الله صلى الله عليه وسلم وعندى جاريتان تغنيان بغناء بعاث فاضطجع على الفراش و حول وجهه ودخل أبو بكر فانتهرني وقال: مزمارة الشيطان عند النبي صلى الله عليه وسلم! فأقبل عليه النبي صلى الله عليه وسلم فقال: دعهما, فلما غفل غمزتهما فخرجتا[5]
Artinya: Dari Aisyah ra ia berkata: "Rasulullah saw masuk kerumahku, sedangkan waktu itu ada dua orang Jariyah bersamaku sedang bernyanyi dengan lagu Buats, mereka berbaring di ranjang dan menolehkan wajahnya, kemudian datang Abu Bakar dan menghardikku, ia berkata: Seruling setan di sisi Nabi!, kemudian Nabi saw datang dan berkata: "Tinggalkan mereka berdua", setelah ia lupa maka aku mengisyaratkan keduanya untuk keluar
Karena tradisi halal bi halal adalah merupakan tradisi yang diada-adakan oleh bangsa Indonesia, tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw, Salafus shalih, dan para sahabatnya, maka perbuatan itu adalah perkara bid'ah dan ditolak oleh Allah taala. Rasulullah saw bersabda:
عن عائشة رضي الله عنها قالت: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد[6]
Artinya: "Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu yang baru dalam urusan kami ini, maka amalan itu tertolak."
Kesimpulannya halal bihalal adalah merupakan perbuatan bid'ah yang tidak boleh untuk kita kerjakan kecuali dalam keadaan tertentu saja, seperti tidak ada waktu lain kecuali hanya pada waktu itu saja padahal ia sudah sangat lama tidak bertemu dengan sanak keluarganya, dll
Wallahu a'lam….
Adib al Jifary
0 komentar:
Posting Komentar